Bangka Barat – Situasi di Desa Keranggan, Kecamatan Mentok, Bangka Barat, kian memanas. Ratusan warga dari tiga dusun — Keranggan Atas, Tengah, dan Bawah — tumpah ruah di balai desa pada Selasa malam, 6 Mei 2025. Mereka menuntut satu hal: hentikan tambang timah ilegal jenis Ponton Isap Produksi (PIP) yang diam-diam mulai mencaplok laut Keranggan. Rabu (7/5/2025).
Aksi warga dipicu kemarahan mendalam atas aktivitas tambang yang bukan hanya ilegal, tapi juga menjadi sumber konflik dan ketegangan sosial.
Dalam sebuah video berdurasi 1 menit 26 detik yang beredar luas, dua orang warga — yang diketahui sebagai panitia tambang — terlibat adu mulut sengit sambil mengacungkan parang. Rebutan hasil pasir timah memantik emosi. Nyaris terjadi pertumpahan darah jika tidak cepat dilerai Babinsa TNI dan warga lainnya.
Kondisi ini membuktikan bahwa tambang PIP bukan sekadar masalah hukum lingkungan, tapi sudah menjelma menjadi bom waktu konflik horizontal.
Dua cukong besar berinisial AJ dan RD disebut berada di balik operasi tambang tersebut, mengatur distribusi dan keuntungan, sementara warga hanya dijadikan tameng dan korban.
Ironisnya, laut Keranggan dan Tembelok tempat tambang beroperasi adalah kawasan yang jelas-jelas terlarang untuk ditambang.
Bahkan, Polres Bangka Barat bersama unsur pemerintah dan PT Timah Tbk telah melakukan razia penertiban beberapa hari sebelumnya. Tapi hasilnya nihil — tambang tetap berjalan, konflik makin panas.
Dalam forum warga malam itu, suara penolakan menggema bulat. “Jangan jual kampung ini ke cukong. Kalau dibiarkan, pantai rusak, wisata hilang, anak cucu kami tak punya masa depan!” teriak salah satu tokoh warga.
Warga sepakat, tambang ilegal di laut Keranggan harus dihentikan secepatnya. Mereka menuntut tindakan tegas dari aparat penegak hukum, bukan sekadar razia basa-basi. Jika tidak, mereka siap turun lebih besar, bahkan berjaga di laut untuk mengusir ponton yang masuk.
“Ini bukan soal timah. Ini soal harga diri,” ujar warga lainnya. ( sumber KBO Babel)