Pemain Lama, Pola Baru: Solar Subsidi Disedot dari 3 SPBU, Perusahaan Fiktif Diduga Dalangi Skandal BBM di Bangka


BANGKA BELITUNG — Modus penyelewengan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi kembali terungkap di Bangka Belitung. Kali ini, skandal itu melibatkan dugaan perusahaan fiktif bernama **PT Makmur Jaya Abadi** yang disebut menjadi aktor utama dalam penyalahgunaan solar subsidi skala besar. Minggu (20/7/2025).

Dalam investigasi lapangan oleh jejaring media KBO Babel, praktik ini melibatkan tiga titik distribusi utama BBM subsidi yang diduga dimiliki oleh satu orang: **Subiatini**.

Solar subsidi yang diperuntukkan bagi rakyat kecil, seperti nelayan, pelaku usaha mikro, dan sektor transportasi umum, disedot dengan sistematis dari **SPBU Riau Silip, SPBN Tempilang, dan SPBN Mentok**. 

Solar tersebut tidak disalurkan sesuai ketentuan, melainkan dibawa ke **gudang ilegal**, dipindahkan ke truk tangki berlabel **PT Makmur Jaya Abadi**, lalu **dijual kembali sebagai solar industri** dengan harga komersial.

> "Permainannya rapi, tapi polanya sama seperti yang sudah-sudah. Perusahaan ini fiktif. Tidak ada dokumen perizinan niaga maupun pengangkutan. Mereka cuma alat kedok dari pemilik modal besar untuk merampok subsidi negara," ungkap seorang narasumber yang tak ingin disebut namanya, seorang pejabat teknis di bidang energi dan sumber daya mineral (ESDM) Babel, kepada redaksi KBO Babel, Kamis (17/7/2025).

Solar subsidi di Indonesia diberikan melalui skema Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Harga eceran yang ditetapkan pemerintah untuk jenis BBM tertentu seperti solar adalah sekitar **Rp6.800 per liter**, jauh di bawah harga keekonomian yang bisa mencapai **Rp11.000-Rp13.000 per liter**. 

Selisih harga inilah yang menjadi tanggungan negara demi memastikan **energi murah bagi kelompok masyarakat rentan**.

Namun dalam kasus ini, energi murah untuk rakyat justru dirampok secara sistematis. Menurut informasi dari lapangan, gudang penyimpanan yang digunakan oleh PT Makmur Jaya Abadi tidak memiliki **izin penyimpanan BBM**. Padahal, penyimpanan tanpa izin adalah pelanggaran serius.

**Pelanggaran Berlapis**

Sesuai dengan **Pasal 53 jo. Pasal 23 ayat (2) huruf c UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi**, siapa pun yang melakukan penyimpanan, pengangkutan, atau niaga BBM tanpa izin usaha dapat dikenakan pidana penjara **hingga lima tahun** dan denda **hingga Rp50 miliar**. 

Tidak hanya itu, pelaku juga melanggar **Pasal 18 ayat (2)** Peraturan Presiden (Perpres) No. 191 Tahun 2014 yang tegas melarang penimbunan dan penyimpanan BBM subsidi untuk kepentingan di luar ketentuan.

> "Tangki-tangki mereka berlabel resmi, mobil truknya juga dibuat seolah legal. Tapi gudang tidak terdaftar, perizinan tidak ada. Ini jelas pelanggaran berat. Kami sudah kantongi bukti kuat, tinggal menunggu proses hukum berjalan," kata sumber yang merupakan pejabat pengawas BBM wilayah Babel.

Namun bukan hanya PT Makmur Jaya Abadi yang harus bertanggung jawab. Jejak yang ditinggalkan mengarah ke SPBU dan SPBN tempat solar subsidi diambil dalam jumlah besar.

> "Yang mencurigakan, kenapa SPBU dan SPBN milik orang yang sama, Subiatini, bisa memberikan kuota solar subsidi dalam jumlah sangat besar, lalu 'menghilang' ke gudang? Ini patut didalami, apakah ada unsur kesengajaan dan kerja sama," tambah sumber tersebut.

Dalam KUHP, **Pasal 56** menyatakan bahwa siapa pun yang memberikan bantuan, sarana, atau kesempatan dalam terjadinya kejahatan, dapat dihukum sebagai **pembantu kejahatan**. 

Jika terbukti bahwa SPBU atau SPBN tersebut dengan sengaja melayani pembelian solar subsidi secara tidak sah, maka mereka dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

Kedok Perusahaan Fiktif dan Penjualan Solar Industri

Nama **PT Makmur Jaya Abadi** dipakai sebagai identitas resmi truk tangki. Namun hasil penelusuran dokumen dan lapangan menunjukkan bahwa perusahaan ini **tidak terdaftar sebagai badan usaha niaga BBM resmi** di bawah Kementerian ESDM atau BPH Migas.

> "Label perusahaan hanya tempelan. Sebenarnya kendaraan operasional mereka tidak sesuai standar distribusi BBM. Perusahaan itu cuma papan nama. Kami sudah cek ke instansi terkait, nihil izin," jelas sumber yang pernah menangani kasus serupa.

Solar subsidi yang diambil dari SPBU atau SPBN kemudian **dikemas ulang** dan **dijual sebagai solar industri** kepada pengguna besar dengan harga hampir dua kali lipat. Praktik ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga membuat masyarakat kecil kesulitan mengakses BBM subsidi.

> "Bayangkan, saat nelayan antre solar subsidi, ada truk tangki yang bolak-balik isi dalam jumlah besar dan langsung ke gudang. Masyarakat sering protes ke kami, tapi mereka tidak tahu apa yang terjadi di balik layar," ungkap salah satu petugas lapangan pengisi BBM di SPBN Tempilang yang juga meminta namanya dirahasiakan.

Pengawasan Lemah, Hukum Harus Tegas

Kejadian ini menjadi tamparan keras bagi sistem pengawasan distribusi BBM di Indonesia, khususnya di wilayah-wilayah kepulauan seperti Bangka Belitung. Banyak yang menduga bahwa praktik serupa bukan baru pertama kali terjadi.

> "Modusnya bukan baru. Tapi jaringan kali ini sangat terorganisir. Kalau aparat tidak serius, praktik ini akan terus menyedot uang negara dan membuat rakyat menderita," ujar aktivis antikorupsi Babel, yang juga enggan namanya disebut.

Sementara itu, redaksi KBO Babel masih mencoba menghubungi pihak PT Makmur Jaya Abadi, Subiatini selaku pemilik SPBU, serta pihak-pihak lain yang diduga terkait. Namun hingga berita ini dirilis, belum ada jawaban resmi atau klarifikasi.

Publik berharap agar **Kepolisian Daerah Bangka Belitung, Kejaksaan Tinggi, dan BPH Migas** segera turun tangan untuk **mengusut tuntas skandal ini**. Tidak hanya menangkap operator lapangan, tapi juga **menelusuri aliran uang, keterlibatan pemilik modal, dan pembiaran oleh aparat pengawas di lapangan**.

Kasus ini menegaskan kembali pentingnya pengawasan ketat terhadap distribusi BBM subsidi. Solar subsidi bukan untuk dijual kembali sebagai komoditas industri, apalagi melalui kendaraan hukum palsu seperti perusahaan fiktif. 

Negara harus hadir dan tegas. Jika tidak, maka rakyat kecil akan terus menjadi korban permainan mafia energi. (KBO Babel)

Baca Juga

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
Terimakasih telah berkunjung ke portal berita siber news.pw... Semoga anda senang!!